Tanggapan Atas Teori Konspirasi Terhadap Kebangkitan Yesus Kristus

Tanggapan Atas Teori Konspirasi Terhadap Kebangkitan Yesus Kristus

Tanggapan yang dapat dikemukakan mengenai teori Konspirasi, teori yang menuduh bahwa Kebangkitan Yesus Kristus adalah konspirasi, atau sesuatu yang diatur secara bersama oleh para murid Yesus dengan mengajarkan hal yang tidak sebenarnya kepada orang lain. Berikut adalah tanggapan-tanggapan yang menjelaskan mengapa para murid tidak dapat mengarang, tidak dapat berkonspirasi mengenai peristiwa ini:

1. Secara psikologi hal konspirasi ini adalah sesuatu yang tidak terpikirkan oleh para murid, seperti yang dikemukakan oleh seorang matematikawan Blaise Pascal dalam tulisannya The “Pensées”. Dengan beranggapan bahwa para Murid Yesus adalah orang-orang yang tersesat atau yang orang-orang yang menyesatkan, kedua hal tersebut membawa suatu pemikiran yang sulit diterima oleh orang lain untuk membayangkan bahwa seorang manusia telah bangkit dari mati.

Kalau Yesus masih hidup bersama mereka, mungkin hal ini memungkinkan para murid untuk berwarta dan mengajarkan bahwa Yesus benar bangkit, karena Yesus ada bersama mereka dan dapat menjadi dasar bahwa Yesus telah bangkit dari mati. Namun sebaliknya, jika Yesus tidak bersama mereka, siapa dan apakah yang membuat para murid berwarta bahwa Yesus telah bangkit dari mati?

Pemikiran yang menyudutkan para murid Yesus adalah penipu sebenarnya tidaklah mendasar. Coba ikuti dan bayangkan alur logika, kedua belas orang ini berkumpul setelah kematian Yesus dan berkonspirasi untuk mewartakan bahwa Yesus telah bangkit dari mati. Hal ini berarti menyerang semua pihak yang berkuasa yang ada, dan bagi para murid hal ini bukanlah perkara yang mudah karena akan mendapat pertentangan yang berat. Dalam pewartaan mengenai kebangkitan Yesus para murid mendapat banyak tekanan, mengingat para murid adalah manusia biasa dan hati mereka rentan terhadap hal yang tidak pasti, terhadap perubahan, terhadap janji, terhadap penyuapan. Seandainya benar hal konspirasi dilakukan oleh para murid, mereka hanya perlu menyangkal pewartaan mereka untuk lari dari tekanan-tekanan pihak lain, dari dorongan/bujukan, dari hukuman penjara, penyiksaan, kematian, dan ancaman kehilangan semua milik mereka.

Kunci penentu dari argumen ini adalah fakta sejarah yang tidak mencatat satu pun orang yang mengatakan bahwa warta akan Kebangkitan Yesus Kristus tersebut adalah palsu/hoax, baik dari orang yang kuat atau lemah, santo atau pendosa, Kristen atau penghujat; atau orang yang pernah mengaku secara bebas atau dibawah tekanan, karena disuap atau disiksa. Bahkan ketika para orang-orang yang telah menyerah karena disiksa, orang tersebut akhirnya menyangkal Kristus dan menyembah Kaisar, namun dari orang-orang tersebut tidak pernah didapatkan bahwa Kebangkitan Yesus itu adalah suatu kebohongan atau konspirasi mereka. Karena hal itu dari awal bukanlah kebohongan atau konspirasi. Tidak ada pengikut Kristus (Kristen) yang mempercayai Kebangkitan Yesus adalah konspirasi; jika ada di antara mereka demikian maka mereka tidak akan menjadi Kristen.

2. Seandainya para murid mengarang semua cerita, mereka haruslah sangat kreatif, cerdas, memiliki intelegensi yang fantastis sepanjang sejarah, jauh melampaui Shakespear atau Dante atau Tolkien. “Cerita nelayan” oleh para murid yang pekerjaan semulanya adalah nelayan ikan tidak pernah seterperinci kisah yang diceritakan di kitab perjanjian baru, tidak menyakinkan, tidak mengubah hidup, mempengaruhi, dan memberikan semangat kepada banyak orang.

3. Karakter dari setiap para murid sangat keras berpendapat dan hal itu sangat sulit jika dikatakan mereka dapat berkonspirasi, tanpa ada yang membangkang atau melawan. Karakter mereka sederhana, jujur, kampungan, tidak licik, bukan komplotan pembohong. Mereka juga bukan ahli hukum. Ketulusan mereka terbukti dari perkataan dan perbuatan mereka. Mereka mewartakan kebangkitan Yesus Kristus, dan hidup dalam kebangkitan Yesus Kristus. Mereka mau mati demi “konspirasi” mereka (jika itu yang dituduhkan). Kemartiran adalah bukti dari ketulusan, dan tidak ada bukti yang lebih baik dari kemartiran itu.

Perubahan dalam hidup para murid dari ketakutan menjadi beriman, dari keputusasaan menjadi percaya-diri, dari kebingungan menjadi pasti, dari pengecut menjadi pemberani yang mantap bertahan walaupun ditekan ancaman dan penyiksaan, bukan hanya membuktikan ketulusan mereka tetapi juga membuktikan kekuatan yang menjadi pendorong mereka. Apakah suatu kebohongan dapat menyebabkan perubahan dalam diri mereka? Apakah kebenaran dan kebaikan dianggap sebagai musuh yang memberikan dampak besar dalam sejarah – yaitu kesucian – berasal dari suatu kebohongan?

Jika kita bayangkan dan kita nilai dari pandangan kita sendiri, apakah kedua belas orang itu (murid-murid Yesus) yang miskin, selalu dibayangi ketakutan, kebingungan (menurut yang tertulis di kitab) dapat merubah dunia Romawi yang sangat kaku dan keras dengan suatu kebohongan? Hal tersebut sangat sulit diterima.

4. Tidak ada motif yang melatarbelakangi warta Kebangkitan Yesus Kristus. Kebohongan selalu dikatakan untuk suatu tujuan menguntungkan diri sendiri. Keuntungan apa yang didapat oleh para konspirator, para murid Yesus dengan mewartakan Kebangkitan Yesus Kristus? Yang mereka dapat dari pewartaan itu adalah mereka dibenci, dicemooh, dianiaya, diasingkan, dipenjara, disiksa, dibuang, disalibkan, direbus/dibakar hidup-hidup, dipenggal, dibedah dan dijadikan makanan untuk singa — sangat bertolak belakang dengan apa yang diharapkan dari suatu penipuan.

5. Jika warta Kebangkitan Yesus Kristus adalah kebohongan, orang Yahudi dapat saja menghentikan takhyul yang menghantui mereka dengan mengeluarkan tubuh Yesus dari kubur dan membuktikan Yesus tidak bangkit. Orang Yahudi dapat melakukan ini dengan mudah karena pimpinan Yahudi sepihak dengan tentara Romawi, mereka hanya perlu ke kubur dan bersama dengan tentara Romawi membuka kubur Yesus. Orang Yahudi tidaklah sepihak dengan pengikut Yesus (Kristen). Dan jika ternyata orang Yahudi tidak dapat menemukan tubuh Yesus di kubur karena para murid Yesus yang mencuri, maka muncul pertanyaan bagaimana para murid Yesus melakukannya? Argumen yang menjawab teori Swoon berlaku juga di sini: para murid Yesus yang bukan tentara dan tidak terampil berperang tidak dapat mengalahkan tentara Romawi, atau menggeser batu besar penutup kubur ketika para tentara Romawi tertidur tanpa ketahuan.

6. Jika Kebangkitan Yesus tersebut adalah kebohongan maka para murid tidak dapat menyatakan Kebangkitan Yesus Kristus terjadi di Yerusalem – pada rentang waktu yang sama, tempat yang sama, dan penuh dengan saksi mata. Seperti yang dikemukakan oleh penulis William Craig dalam bukunya “Knowing the Truth about the Resurrection“:Teks Perjanjian Baru yang berisikan catatan-catatan ditulis pada selang waktu yang sangat dekat dengan kejadian Kebangkitan Yesus dan secara geografi teks-teks tersebut ditemukan dekat dengan lokasi kejadian, hal tersebut menunjukkan bahwa hampir tidak memungkinkan bahwa teks-teks tersebut adalah hasil karangan kejadian-kejadian tersebut. Fakta menunjukkan bahwa para murid dapat menyatakan Kebangkitan Yesus Kristus secara terbuka di muka umum, juga di depan orang-orang yang memusuhi mereka setelah Yesus disalibkan (seharusnya jika Yesus tidak bangkit maka para murid akan lari, ketakutan, dan sembunyi dari kejaran orang Yahudi dan tentara Romawi) menunjukkan bahwa apa yang mereka nyatakan adalah benar.

7. William Craig juga mengemukakan jika benar ada konspirasi mengenai Kebangkitan Yesus Kristus, seharusnya konspirasi tersebut telah terbongkar oleh pihak-pihak yang menentang pewartaan ini, pihak yang mempunyai kepentingan dan kekuasaan untuk menguak semua kebohongan.

Novena Prayer
Previous Post Next Post